Minggu, 15 Januari 2017

EFEK KOMUNIKASI MASSA MENURUT STEVEN A. CHAFEE (VIOLET EFFECT THEORY)

MAKALAH
TEKNIK KOMUNIKASI
EFEK KOMUNIKASI MASSA MENURUT STEVEN A. CHAFEE
(VIOLET EFFECT THEORY)
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teknik Komunikasi
Dosen Pengampu: Soleh Amini Yahman




 







Di susun oleh :

1.      Aditya Tri Kurnia                                                                   F100150219/D
2.      Yusmi Dwi Putri                                                                     F100156001/D
3.      Mirdhian Tri Handani                                                             F100156003/D





FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016




LEMBAR PENGESAHAN


Laporan Akademik paper ini dibuat untuk memenuhi tugas akhir semester III mata kuliah Teknik Komunikasi yang diampu oleh Drs. Soleh Amini Yahman, M.Si. Dengan ini saya bertandatangan di bawah ini :
1.      Nama   : Aditya Tri Kurnia
NIM     : F100150219
Kelas   : D

2.      Nama   : Yusmi Dwi Putri
NIM     : F100156001
Kelas   : D

3.      Nama   : Mirdhian Tri Handani
NIM     : F100156003
Kelas   : D

Menyatakan telah mengumpulkan beberapa referensi buku dan jurnal untuk membuat laporan akademik paper ini.

Surakarta, 16 Januari 2017

Mengetahui


Anggota 1                                             Anggota 2                                           Anggota 3


Aditya Tri Kurnia                             Yusmi Dwi Putri                           Mirdhian Tri Handani


Mengesahkan

Dosen pengampu


Drs. Soleh Amini Yahman, M.si, Psi 


KATA PENGANTAR


            Penulis mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan kesempatan dan kenikmatan kepada ummat-Nya, karena penulis dapat menyelesaikan tugas ‘efek komunikasi massa menurut Steven A. Chafee (violet effect theory)’ sebagai tugas UAS semester gasal dengan baik. Materi yang diperoleh berasal dari berbagai sumber buku dan jurnal yang ada. Semoga materi dalam penulisan ini bermanfaat.

Dalam penulisan tersebut, penulis mengetahui bahwa banyak kekurangan yang ada. Maka dari itu saran dan kritik akan penulis terima dengan senang hati.



Daftar Isi








Bab I




Global Village atau desa global menjadi suatu keniscayaan kemunculannya. Akibatnya, kejadian yang ada di suatu tempat dapat diketahui banyak orang bahkan seluruh dunia hanya dengan beberapa saat saja. Ini terjadi karena peran dari media massa seperti radio, televisi, surat kabar, tabloid, majalah, internet, buku kaset/CD terhadap khalayak. Bahkan bisa dikatakan pula kita tidak bisa lepas dari peran media massa.

Sebagai sarana komunikasi, media massa mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan seseorang. Tugas pokoknya dalam menyampaikan informasi telah mengkondisikan media massa menyajikan pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa oleh informasi tersebut, apabila cukup kuat akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terciptalah sikap tertentu.


Untuk menjelaskan apa saja efek-efek atau pengaruh komunikasi massa terhadap individu, masyarakat, dan budaya.


Mengetahui efek media massa terhadap individu, masyarakat sosial pada umumnya serta kebudayaan dalam teknik komunikasi.



Bab II

Pembahasan

Efek adalah unsur penting dalam keseluruhan proses komunikasi. Efek bukan hanya sekedar umpan balik dan reaksi penerima (komunikasi) terhadap pesan yang dilontarkan oleh komunikator, melainkan efek dalam komunikasi merupakan paduan sejumlah “kekuatan” yang bekerja dalam masyarakat, di mana komunikator hanya dapat menguasai satu kekuatan saja, yaitu pesan-pesan yang dilontarkan. Bentuk konkrit efek dalam komunikasi adalah terjadinya perubahan pendapat atau sikap atau perilaku khalayak akibat pesan yang menyentuhnya (Fajar, 2009: 163).
Umumnya kita lebih tertarik bukan kepada apa yang kita lakukan pada media, tetapi kepada apa yang dilakukan media pada kita. Kita ingin tahu bukan untuk apa kita membaca surat kabar atau menonton televisi, tetapi bagaimana surat kabar dan televisi menambah pengetahuan, mengubah sikap, atau menggerakkan perilaku kita. Inilah yang disebut sebagai efek komunikasi massa (Rakhmat, 2008: 217).
Menurut Steven M. Chaffee, terdapat beberapa pendekatan dalam melihat efek media massa. Pertama, pendekatan yang melihat efek media massa, baik yang berkaitan dengan pesan maupun dengan media itu sendiri. Pendekatan kedua ialah melihat jenis perubahan yang terjadi pada diri khalayak komunikasi massa – penerima informasi, perubahaan perasaan atau sikap, dan perubahan perilaku; atau dengan istilah lain, perubahan kognitif, afektif, dan behavioral. Pendekatan ketiga meninjau satuan observasi yang dikenai efek komunikasi massa – individu, kelompok, organisasi, masyarakat, atau bangsa (Rakhmat, 2008: 218).
 Pesan diberikan kepada individu-individu yang kemudian menjadi sikap masyarakat. Sesungguhnya suatu ide dapat diterima atau ditolak, pada umumnya melalui proses (Fajar, 2009: 164):
a. Proses mengerti (proses kognitif),
b. Proses menyetujui (proses obyektif),                       
c. Proses perbuatan (proses sensmotorik)

Atau dapat juga dikatakan melalui proses terbentuknya suatu pengertian atau pengetahuan (knowledge), proses suatu sikap menyetujui atau tidak menyetujui (attitude), dan proses terbentuknya gerak pelaksanaan (practice) (Fajar, 2009: 165).

1.      Efek kognitif
Efek kognitif adalah hal yang timbul pada diri komunikan yang sifatnya informatif bagi dirinya. Dalam efek kognitif ini akan dibahas tentang bagaimana media massa dapat membantu khalayak dalam mempelajari  infomasi yang bermanfaat dan mengembangkan keterampilan kognitifnya. Contoh, dengan melihat acara kriminal di telivisi kita cenderung mengatakan keadaan di sekitar kita tidak aman lagi. Media massa melaporkan dunia nyata secara selektif, maka sudah tentu media massa akan mempengaruhi pembentukan citra tentang lingkungan sosial yang dan tidak cermat.
Efek Prososial Kognitif adalah bagaimana media massa memberikan manfaat yang dikehendaki oleh masyarakat. Bila televisi menyebabkan kita lebih mengerti tentang bahasa Indonesia yang baik dan benar maka televisi telah menimbulkan efek prososial kognitif.

2.      Efek afektif
Efek ini kadarnya lebih tinggi daripada efek kognitif. Tujuan dari komunikasi massa bukan sekedar memberitahu khalayak tentang sesuatu, tetapi lebih dari itu khalayak diharapkan dapat turut merasakan perasaan iba, terharu, sedih, gembira, marah dan sebagainya. Kegembiraan juga tidak dapat diukur dengan tertawa keras ketika menyaksikan adegan lucu. Tetapi para peneliti telah berhasil menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas rangsangan emosional pesan media massa. Faktor-faktor tersebut antara lain :
·         Suasana emosional, menonton sinetron di televisi atau membaca novel akan dipengaruhi oleh suasana emosional kita. Adegan-adegan lucu akan menyebabkan kita tertawa terbahak-bahak bila kita menontonnya dalam keadaan senang.
·         Skema Kognitif, merupakan naskah yang ada dalam pikiran kita yang menjelaskan tentang alur peristiwa. Kita tau bahwa dalam sebuah film action sang jagoan pada akhirnya akan menang.

·         Suasana Terpaan (Setting Exposure). Kita akan tertarik menonton tayangan sesuai yang kita rasakan. Misalnya ketika kita sedang sakit gigi, kita akan lebih tertarik menyaksikan tayangan iklan obat sakit gigi dari pada menyaksikan tayangan sinetron.

·         Predisposisi Individual, mengacu pada karakteristik khas individu. Orang yang melankolis cenderung menanggapi tragedi lebih emosional daripada orang yang periang. Orang yang periang akan senang bila melihat adegan-adegan lucu atau film komedi daripada orang yang melankolis. Beberapa penelitian membuktikan bahwa acara yang sama bisa ditanggapi berlainan oleh orang-orang yang berbeda.

·         Faktor Identifikasi, menunjukkan sejauh mana orang merasa terlibat dengan tokoh  yang ditonjolkan dalam media massa. Dengan identifikasi, penonton, pembaca atau pendengar menempatkan dirinya dalam posisi tokoh tersebut. Misalnya pada saat pertandingan FIFA tahun lalu, TIMNAS Indonesia menang melawan Malaysia, penggemar sepak bola tanah air merasa ikut gembira.

3.      Efek behavioral
Efek behavioral merupakan akibat yang timbul pada diri khalayak dalam bentuk perilaku, tindakan atau kegiatan. Adegan kekerasan di TV membuat orang menjadi beringas. Siaran memasak di tv membuat ibu-ibu lebih gemar memasak dan kreatif. Namun ada juga laporan bahwa film tidak sanggup memotivasi remaja perkotaan untuk menghindari pemakaian obat-obat terlarang.


Media Dependency Theory merupakan varian dari moderate effect theory. Teori efek moderat melihat efek media pada tingkatan sikap dan pendapat. Teori Dependensi Media dikembangkan oleh Sandra Ball-Rokeah dan Melvin De Fleur. Gagasan dasar teori ini adalah media massa pada dasarnya hanyalah salah satu variabel yang menentukan efek dari sebuah proses komunikasi massa. Dalam teori ini, mereka menyampaikan sebuah hubungan yang integral antara khalayak, media, dan masyarakat yang lebih besar (Littlejohn, 2008: 302).
Teori Dependensi Media memprediksikan khalayak bergantung kepada informasi dari media untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan tertentu. Tetapi tidak berlaku untuk semua media. Menurut Ball-Rokeah dan De Fleur, ada dua faktor yang akan menentukan seberapa tergantungnya khalayak kepada media (Littlejohn, 2008:302):
a) Pertama, khalayak akan lebih bergantung kepada media yang dapat memenuhi sejumlah kebutuhannya dibandingkan kepada media yang hanya memenuhi sedikit kebutuhan khalayak.
Contohnya saja bagi khalayak yang menyukai olahraga, akan menjadi bergantung kepada channel ESPN. Namun bagi khalayak yang tidak tertarik dengan olahraga, mungkin tidak akan mengetahui letak channel ESPN disaluran televisinya.
b) Kedua, stabilitas sosial. Ketika terjadi perubahan sosial dan konflik meningkat, biasanya institusi, kepercayaan, serta praktek-praktek masyarakat dipaksa untuk dilakukan sebuah re-evaluasi dan barangkali pilihan baru dalam mengonsumsi media.
Contohnya ketika masyarakat dihantui oleh isu teroris, khalayak akan mulai bergantung pada media yang mengabarkan berita terbaru mengenai teroris. Khalayak akan mulai membuat pilihan untuk mengonsumsi media yang mungkin saja berbeda dengan media yang dikonsumsi sebelumnya.
Sebagai contoh nyata yang terjadi pada 30 Oktober 1938 lalu,
Komunikasi menjadi hal yang sangat penting bagi manusia di era yang modern ini, komunikasi bisa di sampaikan lewat berbagai media cetak atau elektronik. Salah satu efek komunikasi besar yang pernah terjadi pada 30 oktober 1938 di Amerika Serikat dimana saat itu alat komunikasi yang paling populer adalah radio. Saat itu salah satu stasiun radio bernama CBS di Amerika membacakan cerita fiksi berjudul “war of the world ” di mana bumi di serang oleh alien dari mars. Penghayatan penyiar radio membuat jutaan masyarakat amerika mempercayai cerita itu dan kemudian membuat jutaan masyarakat panik. Di New Jersey warga berbondong-bondong mengungsi ke luar kota, warga meminta masker ke kantor polisi untuk menghindari gas beracun, begitu berita kepanikan sampai di stasiun radio CBS, Welles, sang penyiar radio langsung memberi siaran tambahan dan mengingatkan bahwa “war of the world” hanyalah sebuah cerita fiksi dan bukan hal yang nyata.
Dampak lainnya yaitu adanya kecenderungan makin meningkatnya pola hidup konsumerisme. Dengan perkembangan media massa apalagi dengan munculnya media massa elektronik (media massa modern) sedikit banyak membuat masyarakat senantiasa diliputi perasaan tidak puas dan bergaya hidup yang serba instant. Rubrik dari layar TV dan media lainnya yang menyajikan begitu banyak unsur-unsur kenikmatan dari pagi hingga larut malam membuat menurunnya minat belajar dikalangan generasi muda. Dari hal tersebut terlihat bahwa budaya dan pola tingkah laku yang sudah lama tertanam dalam kehidupan masyarakat mulai pudar dan sedikit demi sedikit mulai diambil perannya oleh media massa dalam menyajikan informasi-informasi yang berasal dari jaringan nasional maupun dari luar negeri yang terkadang kurang pas dengan budaya kita sebagai bangsa timur.

Dalam komunikasi antarbudaya memiliki latar belakang kebudayaan yang sama satu sama lain terdapat perbedaan, tapi mereka bagaimanapun menjalani dan mengalami hal-hal yang sama yang terjadi dalam peristiwa-peristiwa komunikasi secara umum. Maksudnya prinsif-prinsif komunikasi yang berlangsung tetap sama, hanya konteksnya yang berbeda, yakni dalam hal konteks antarbudaya.
  1. Prinsif Homofili dan Heterofili
Hakekat pokok komunikasi bahwa identifikasi persamaan-persamaan dari komunikasi merupakan suatu aspek yang sangat penting dalam proses pertukaran informasi. Agar pihak-pihak yang terlibat dalam proses komunikasi dapat saling memahaminya dan berlangsung efektif, mereka harus memiliki sesuatu yang lebih kurang sama dengan latar belakang dan pengalaman. Istilah yang biasa digunakan untuk menggambarkan keadaan yang sama antara pihak-pihak pelaku komunikasi ini adalah homofili. Jelasnya bahwa homofili adalah derajat persamaan dalam beberapa hal tertentu seperti keyakinan, nilai, pendidikan, status sosial dan lain sebagainya, antara pasangan-pasangan individu yang  berinteraksi.
Perasaan-perasaan ini memungkinkan untuk tercapainya persepsi dan makna yang sama pula terhadap sesuatu obyek atau peristiwa. Tetapi bagaimana halnya dengan komunikasi antar budaya yang justru bertolak dengan asumsi akan adanya perbedaan kebudayaan.
Dilihat dari prinsip dasar komunikasi, perbedaan-perbedaan ini tentu cenderung untuk mengurangi atau menghambat terjadinya komunikasi yang efektif. Karena jika pesan-pesan yang disampaikan melampaui batas-batas kebudayaan, yang dapat terjadi adalah apa yang dimaksud dalam konteks yang lain lagi oleh penerima.
Dalam situasi antarbudaya demikian, dapat dikatakan hanya sedikit saja atau tidak sama sekali, dengan orientasi bahwa antara dua pihak yang berkomunikasi seharusnya terdapat persamaan dalam memandang topik dari informasi atau tujuan komunikasi yang diinginkan. Prinsif homofili ini orang cenderung untuk berinteraksi dengan individu-individu lain yang serupa dalam hal karakteristik sosial dengannya.
Pengklasifikasian dimensi-dimensi homofili dalam bentuk penampilan, latar belakang, sikap, nilai, dan kepribadian.
Dipandang dari sudut kepentingan komunikasi antarbudaya, adanya perbedaan tidak menutup kemungkinan terjadinya komunikasi antara individu atau kelompok budaya. Perbedaan-perbedaan bahkan dilihat sebagai kerangka atau matriks dimana komunikasi terjadi. Dalam komunikasi manusia, diperlukan juga keseimbangan diantara kesamaan dan ketidaksamaan, antara yang sudah dianggap biasa dengan sesuatu yang masih baru (atau belum terbiasa).
Di Indonesia sejak dulu sudah dikenal sangat dengan masyarakatnya yang heterogen dalam berbagai aspek, seperti adanya keberagaman suku bangsa, agama, bahasa, adat istiadat dan sebagainya. Perkembangan dunia yang sangat pesat saat ini dengan mobilitas dan dinamika yang sangat tinggi telah menyebabkan dunia menuju ke arah globalisasi yang hampir tidak memiliki batas-batas sebagai akibat dari perkembangan teknologi modern. Orang yang tak pernah berkomunikasi dengan orang lain, niscaya akan terisolasi dari masyarakatnya. Pengaruh keterisolasian ini akan menimbulkan depresi mental yang pada akhirnya akan membawa orang kehilangan keseimbangan jiwa.
Adanya perbedaan kebiasan budaya, berkomunikasi merupakan kebutuhan yang fundamental bagi seseorang yang hidup bermasyarakat, tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk, sebaliknya tanpa masyarakat, maka manusia tidak mungkin dapat mengembangkan komunikasi. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam hidup, manusia selalu berinteraksi dengan sesama serta dengan lingkungan. Peristiwa komunikasi yang menggambarkan bagaimana seseorang menyampaikan sesuatu lewat bahasa atau simbol-simbol tertentu kepada orang lain sering kita temui, bagaimana seorang kepala desa memberikan pendapat dan menerima saran dari anggota masyarakatnya, bagaimana seorang politikus berkampanye menyampaikan program-program kerja yang ditawarkan di depan massa sehingga mampu menarik pendukung walaupun dengan adanya perbedaan budaya, namun berusaha untuk menyamakan persepsi tentang tujuan.
  1. Komunikasi sebagai proses konvergensi
Jika dikaitkan dengan pemikiran interaksionisme simbolik tentang proses interaksi sosial yang sifatnya dinamik dan berlangsung terus-menerus, maka ada suatu model komunikasi yang melihat proses komunikasi sebagai pertukaran (exchange) dan pembagian bersama (sharing of) informasi selama beberapa waktu tertentu. Dengan model komunikasi ini, diharapkan akan dicapai suatu cara pendekatan yang tidak terikat pada kaidah atau batasan salah satu kebudayaan tertentu saja. Tetapi sebaliknya dapat menggambarkan kenyataan-kenyataan yang sesungguhnya dalam masyarakat.
Model yang dimaksud adalah konvergensi (convergence model of communication), bahwa yang menekankan komunikasi sebagai proses penciptaan dan pembagian bersama informasi untuk tujuan mencapai saling pengertian bersama antara para pelakunya.
Komunikasi disini dilihat tidak sebagai komunikasi yang berlangsung secara linear dari sumber kepada penerima, tetapi sebagai sirkum atau melingkar (cyclical). Pihak-pihak yang terlibat dalam proses komunikasi berganti-gantik peran sebagai sumber ataupun penerima sampai akhirnya mencapai tujuan bersama, kepentingan besama dan pengertian bersama. Dengan demikian, maka komunikasi akan selalu mengandung makna adanya saling berhubungan.
B. Peranan Bahasa dalam proses komunikasi antarbudaya
Bahasa bisa berupa verbal dan nonverbal, sebagai bentuk pesan yang digunakan oleh manusia untuk mengadakan kontak dengan realitas lingkungannya, mempunyai persamaan dalam hal berikut :
a. Menggunakan sistem lambang atau simbol
b. Merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh individu manusia
c. Orang lain juga memberikan arti pada simbol yang dihasilkan tadi

Istilah "bahasa menunjukkan bangsa" artinya bahasa dapat menjadi ciri atau identitas suatu bangsa. Berbicara identitas berarti berbicara harga diri atau kebanggaan. Dengan memahami bahasa orang lain berarti berusaha menghargai orang lain. Tetapi memahami bahasa disini tidak berarti harus memahami semua bahasa yang dipakai oleh mitra bicara kita.
Tanda dan simbol merupakan alat dan materi yang digunakan dalam interaksi. Kemampuan manusia untuk menggunakan simbol-simbol menjadikannya sebagai makhluk yang unik, yang membedakannya dari makhluk hidup lainnya. Tetapi kemampuan unik dan proses melakukan simbolisasi yang sesungguhnya rumit biasanya dianggap enteng saja oleh manusia itu sendiri, kecuali ketika mereka menghadapi masa sulitnya memperoleh kata yang tepat untuk menggambarkan sesuatu.
Bahasa terdiri dari simbol-simbol (kata-kata) dan aturan-aturan penggunaannya, yang memiliki karakteristik unik dari manusia, yakni kecakapan dan kemampuannya dalam menggunakan suara dan tanda sebagai pengganti dari benda dan perasaan. Kemampuan ini mencakup hal penerimaan, penyimpanan, pengolahan dan menyebarkan simbol-simbol. Lambang-lambang komunikasi bisa berupa suara, bahasa, gerak, gambar, dan warna.
Dalam pengertian yang paling mendasar, bahasa adalah suatu sistem simbol yang telah diatur, disepakati bersama dan dipelajari yang digunakan untuk mewakili pengalaman-pengalaman dalam komunitas geografik atau kultural tertentu.
Kebudayaan mengajarkan pada manusia untuk memberi nama pada benda-benda, orang-orang, gagasan-gagasan berdasarkan segi praktisnya, kegunaannya dan pentingnya agar bisa dipahami.
Secara verbal, yakni secara vokal bahasa memiliki peranan dan fungsi yang sangat penting dalam pembentukan kebudayaan. Komunikasi nonverbal memainkan peranan penting pula dalam kehidupan manusia, walaupun hal ini seringkali tidak disadari. Baik secara sadar maupun tidak sadar, dengan maksud maupun tidak dengan maksud tertentu, kita mengirimkan dan menerima pesan nonverbal, bahkan kita membuat penilaian dan keputusan berdasarkan data nonverbal tersebut. Pesan atau perilaku yang nonverbal ini menyatakan pada kita tentang menginterpretasikan pesan-pesan lain yang terkandung didalamnya. Misalnya apa orang yang menyatakan pesan itu serius, bercanda, mengancam dan lain-lain.
Komunikasi nonverbal sama dengan komunikasi tanpa kata-kata, bisa terjadi jika individu berkomunikasi tanpa menggunakan suara, bisa pula dengan adanya ekspresi wajah, sentuhan, waktu, gerak, syarat, bau, perilaku dan lain-lainnya. Jelasnya bahwa komunikasi nonverbal merupakan proses yang dijalani oleh seorang individu atau lebih pada saat menyampaikan isyarat nonverbal yang memiliki potensi untuk merangsang makna dalam pikiran individu atau individu lain.




Bab III

Penutup


Menurut Steven M. Chaffee, terdapat beberapa pendekatan dalam melihat efek media massa.
·   Pendekatan yang melihat efek media massa, baik yang berkaitan dengan pesan maupun dengan media itu sendiri.
·   Pendekatan kedua ialah melihat jenis perubahan yang terjadi pada diri khalayak komunikasi massa
·   Pendekatan ketiga meninjau satuan observasi yang dikenai efek komunikasi massa (Rakhmat, 2008: 218).

*      Ada 3 efek komunikasi massa terhadap individu ; kognitif, afektif (suasana emosional, susasan kognitif, suasana terpaan, predisposisi individual, factor identifikasi) dan efek behavioural.

*      Pesan diberikan kepada individu-individu yang kemudian menjadi sikap masyarakat. Contohnya ketika masyarakat dihantui oleh isu teroris, khalayak akan mulai bergantung pada media yang mengabarkan berita terbaru mengenai teroris. Khalayak akan mulai membuat pilihan untuk mengonsumsi media yang mungkin saja berbeda dengan media yang dikonsumsi sebelumnya.

*      Peranan bahasa dalam proses komunikasi antarbudaya bisa verbal atau nonverbal. Kebudayaan mengajarkan pada manusia untuk memberi nama pada benda-benda, orang-orang, gagasan-gagasan berdasarkan segi praktisnya, kegunaannya dan pentingnya agar bisa dipahami.

Secara verbal, yakni secara vokal bahasa memiliki peranan dan fungsi yang sangat penting dalam pembentukan kebudayaan. Komunikasi nonverbal memainkan peranan penting pula dalam kehidupan manusia, walaupun hal ini seringkali tidak disadari. Baik secara sadar maupun tidak sadar, dengan maksud maupun tidak dengan maksud tertentu, kita mengirimkan dan menerima pesan nonverbal, bahkan kita membuat penilaian dan keputusan berdasarkan data nonverbal tersebut. Pesan atau perilaku yang nonverbal ini menyatakan pada kita tentang menginterpretasikan pesan-pesan lain yang terkandung didalamnya. Misalnya apa orang yang menyatakan pesan itu serius, bercanda, mengancam dan lain-lain.


Daftar Pustaka


Daryono. (2010). Ilmu Komunikasi. Bandung: Tutorial Nurani Seajahtera.
Deddy, M. (2015). Komunikasi Lintas Budaya. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Hanitzch, T. (2011). Kritik Budaya Komunikasi (Budaya, Media, dan Gaya Hidup dalam Proses Demokrasi di Indonesia. Yogyakarta: Jalasutra.
Nuruddin. (2007). Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Pratikno, R. (1987). Berbagai Aspek Ilmu Komunikasi. Bandung: Remadja Karya.

Sari, A. (2011). Pengaruh Intensitas Membaca Kompasiana Green Terhadap Sikap Ramah Lingkungan Kompasioner. http://e-journal.uajy.ac.id/1896/, 14-15.