MAKALAH
TEKNIK
KOMUNIKASI
EFEK
KOMUNIKASI MASSA MENURUT STEVEN A. CHAFEE
(VIOLET
EFFECT THEORY)
Disusun
Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teknik Komunikasi
Dosen
Pengampu: Soleh Amini Yahman
Di susun oleh :
1. Aditya
Tri Kurnia F100150219/D
2. Yusmi
Dwi Putri F100156001/D
3. Mirdhian
Tri Handani F100156003/D
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Akademik paper ini dibuat untuk memenuhi tugas akhir
semester III mata kuliah Teknik Komunikasi yang diampu oleh Drs. Soleh Amini
Yahman, M.Si. Dengan ini saya bertandatangan di bawah ini :
1.
Nama : Aditya Tri Kurnia
NIM : F100150219
Kelas : D
2.
Nama : Yusmi Dwi Putri
NIM : F100156001
Kelas : D
3.
Nama : Mirdhian Tri Handani
NIM : F100156003
Kelas : D
Menyatakan
telah mengumpulkan beberapa referensi buku dan jurnal untuk membuat laporan
akademik paper ini.
Surakarta, 16 Januari 2017
Mengetahui
Anggota
1 Anggota 2 Anggota 3
Aditya
Tri Kurnia Yusmi Dwi Putri Mirdhian Tri Handani
Mengesahkan
Dosen pengampu
Drs. Soleh Amini
Yahman, M.si, Psi
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan syukur kepada
Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan kesempatan dan kenikmatan kepada ummat-Nya,
karena penulis dapat menyelesaikan tugas ‘efek komunikasi massa menurut Steven
A. Chafee (violet effect theory)’ sebagai
tugas UAS semester gasal dengan baik. Materi yang diperoleh berasal dari
berbagai sumber buku dan jurnal yang ada. Semoga materi dalam penulisan ini
bermanfaat.
Dalam penulisan tersebut, penulis
mengetahui bahwa banyak kekurangan yang ada. Maka dari itu saran dan kritik
akan penulis terima dengan senang hati.
Daftar Isi
Bab I
Global
Village atau
desa global menjadi suatu keniscayaan kemunculannya. Akibatnya, kejadian yang
ada di suatu tempat dapat diketahui banyak orang bahkan seluruh dunia hanya
dengan beberapa saat saja. Ini terjadi karena peran dari media massa seperti
radio, televisi, surat kabar, tabloid, majalah, internet, buku kaset/CD
terhadap khalayak. Bahkan bisa dikatakan pula kita tidak bisa lepas dari peran
media massa.
Sebagai sarana komunikasi, media
massa mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan
seseorang. Tugas pokoknya dalam menyampaikan informasi telah mengkondisikan
media massa menyajikan pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan
opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan
kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan
sugestif yang dibawa oleh informasi tersebut, apabila cukup kuat akan memberi
dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terciptalah sikap tertentu.
Untuk menjelaskan
apa saja efek-efek atau pengaruh komunikasi massa terhadap individu,
masyarakat, dan budaya.
Mengetahui efek media massa terhadap
individu, masyarakat sosial pada umumnya serta kebudayaan dalam teknik komunikasi.
Bab II
Pembahasan
Efek
adalah unsur penting dalam keseluruhan proses komunikasi. Efek bukan hanya
sekedar umpan balik dan reaksi penerima (komunikasi) terhadap pesan yang
dilontarkan oleh komunikator, melainkan efek dalam komunikasi merupakan paduan
sejumlah “kekuatan” yang bekerja dalam masyarakat, di mana komunikator hanya
dapat menguasai satu kekuatan saja, yaitu pesan-pesan yang dilontarkan. Bentuk
konkrit efek dalam komunikasi adalah terjadinya perubahan pendapat atau sikap
atau perilaku khalayak akibat pesan yang menyentuhnya (Fajar, 2009: 163).
Umumnya
kita lebih tertarik bukan kepada apa yang kita lakukan pada media, tetapi
kepada apa yang dilakukan media pada kita. Kita ingin tahu bukan untuk apa kita
membaca surat kabar atau menonton televisi, tetapi bagaimana surat kabar dan
televisi menambah pengetahuan, mengubah sikap, atau menggerakkan perilaku kita.
Inilah yang disebut sebagai efek komunikasi massa (Rakhmat, 2008: 217).
Menurut
Steven M. Chaffee, terdapat beberapa pendekatan dalam melihat efek media massa.
Pertama, pendekatan yang melihat efek media massa, baik yang berkaitan dengan
pesan maupun dengan media itu sendiri. Pendekatan kedua ialah melihat jenis
perubahan yang terjadi pada diri khalayak komunikasi massa – penerima informasi,
perubahaan perasaan atau sikap, dan perubahan perilaku; atau dengan istilah
lain, perubahan kognitif, afektif, dan behavioral. Pendekatan ketiga meninjau
satuan observasi yang dikenai efek komunikasi massa – individu, kelompok,
organisasi, masyarakat, atau bangsa (Rakhmat, 2008: 218).
Pesan diberikan kepada individu-individu yang
kemudian menjadi sikap masyarakat. Sesungguhnya suatu ide dapat diterima atau
ditolak, pada umumnya melalui proses (Fajar, 2009: 164):
a.
Proses mengerti (proses kognitif),
b.
Proses menyetujui (proses obyektif),
c.
Proses perbuatan (proses sensmotorik)
Atau
dapat juga dikatakan melalui proses terbentuknya suatu pengertian atau
pengetahuan (knowledge), proses suatu sikap menyetujui atau tidak menyetujui
(attitude), dan proses terbentuknya gerak pelaksanaan (practice) (Fajar, 2009: 165).
1. Efek
kognitif
Efek kognitif adalah hal yang timbul pada diri komunikan
yang sifatnya informatif bagi dirinya. Dalam efek kognitif ini akan dibahas
tentang bagaimana media massa dapat membantu khalayak dalam mempelajari infomasi yang bermanfaat dan mengembangkan
keterampilan kognitifnya. Contoh, dengan melihat acara kriminal di telivisi kita
cenderung mengatakan keadaan di sekitar kita tidak aman lagi. Media
massa melaporkan dunia nyata secara selektif, maka sudah tentu media massa akan
mempengaruhi pembentukan citra tentang lingkungan sosial yang dan tidak cermat.
Efek Prososial Kognitif adalah bagaimana media massa
memberikan manfaat yang dikehendaki oleh masyarakat. Bila televisi menyebabkan
kita lebih mengerti tentang bahasa Indonesia yang baik dan benar maka televisi
telah menimbulkan efek prososial kognitif.
2. Efek
afektif
Efek ini kadarnya lebih tinggi daripada efek kognitif.
Tujuan dari komunikasi massa bukan sekedar memberitahu khalayak tentang
sesuatu, tetapi lebih dari itu khalayak diharapkan dapat turut merasakan
perasaan iba, terharu, sedih, gembira, marah dan sebagainya. Kegembiraan juga
tidak dapat diukur dengan tertawa keras ketika menyaksikan adegan lucu. Tetapi
para peneliti telah berhasil menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi
intensitas rangsangan emosional pesan media massa. Faktor-faktor tersebut
antara lain :
·
Suasana
emosional, menonton sinetron di televisi atau membaca novel
akan dipengaruhi oleh suasana emosional kita. Adegan-adegan lucu akan
menyebabkan kita tertawa terbahak-bahak bila kita menontonnya dalam keadaan
senang.
·
Skema
Kognitif, merupakan naskah yang ada dalam pikiran kita yang
menjelaskan tentang alur peristiwa. Kita tau bahwa dalam sebuah film action sang jagoan pada akhirnya akan
menang.
·
Suasana
Terpaan (Setting Exposure).
Kita akan tertarik menonton tayangan sesuai yang kita rasakan. Misalnya ketika
kita sedang sakit gigi, kita akan lebih tertarik menyaksikan tayangan iklan
obat sakit gigi dari pada menyaksikan tayangan sinetron.
·
Predisposisi
Individual, mengacu pada karakteristik khas individu. Orang yang
melankolis cenderung menanggapi tragedi lebih emosional daripada orang yang periang.
Orang yang periang akan senang bila melihat adegan-adegan lucu atau film komedi
daripada orang yang melankolis. Beberapa penelitian membuktikan bahwa acara
yang sama bisa ditanggapi berlainan oleh orang-orang yang berbeda.
·
Faktor
Identifikasi, menunjukkan sejauh mana orang merasa terlibat dengan
tokoh yang ditonjolkan dalam media
massa. Dengan identifikasi, penonton, pembaca atau pendengar menempatkan
dirinya dalam posisi tokoh tersebut. Misalnya pada saat pertandingan FIFA tahun
lalu, TIMNAS Indonesia menang melawan Malaysia, penggemar sepak bola tanah air
merasa ikut gembira.
3. Efek
behavioral
Efek behavioral merupakan akibat yang timbul pada diri
khalayak dalam bentuk perilaku, tindakan atau kegiatan. Adegan kekerasan di TV
membuat orang menjadi beringas. Siaran memasak di tv membuat ibu-ibu lebih
gemar memasak dan kreatif. Namun ada juga laporan bahwa film tidak sanggup
memotivasi remaja perkotaan untuk menghindari pemakaian obat-obat terlarang.
Media Dependency Theory
merupakan varian dari moderate effect theory. Teori efek moderat melihat efek media pada tingkatan sikap
dan pendapat. Teori Dependensi Media dikembangkan oleh Sandra Ball-Rokeah dan
Melvin De Fleur. Gagasan dasar teori ini adalah media massa pada dasarnya
hanyalah salah satu variabel yang menentukan efek dari sebuah proses komunikasi
massa. Dalam teori ini, mereka menyampaikan sebuah hubungan yang integral
antara khalayak, media, dan masyarakat yang lebih besar (Littlejohn, 2008:
302).
Teori Dependensi Media
memprediksikan khalayak bergantung kepada informasi dari media untuk memenuhi
kebutuhan dan mencapai tujuan tertentu. Tetapi tidak berlaku untuk semua media.
Menurut Ball-Rokeah dan De Fleur, ada dua faktor yang akan menentukan seberapa
tergantungnya khalayak kepada media (Littlejohn, 2008:302):
a)
Pertama,
khalayak akan lebih bergantung kepada media yang dapat memenuhi sejumlah
kebutuhannya dibandingkan kepada media yang hanya memenuhi sedikit kebutuhan
khalayak.
Contohnya saja bagi khalayak yang
menyukai olahraga, akan menjadi bergantung kepada channel ESPN. Namun bagi
khalayak yang tidak tertarik dengan olahraga, mungkin tidak akan mengetahui
letak channel ESPN disaluran televisinya.
b)
Kedua,
stabilitas sosial. Ketika terjadi perubahan sosial dan konflik meningkat,
biasanya institusi, kepercayaan, serta praktek-praktek masyarakat dipaksa untuk
dilakukan sebuah re-evaluasi dan barangkali pilihan baru dalam mengonsumsi
media.
Contohnya ketika masyarakat
dihantui oleh isu teroris, khalayak akan mulai bergantung pada media yang
mengabarkan berita terbaru mengenai teroris. Khalayak akan mulai membuat
pilihan untuk mengonsumsi media yang mungkin saja berbeda dengan media yang
dikonsumsi sebelumnya.
Sebagai contoh nyata yang terjadi pada 30 Oktober 1938
lalu,
Komunikasi menjadi hal yang sangat penting bagi
manusia di era yang modern ini, komunikasi bisa di sampaikan lewat berbagai
media cetak atau elektronik. Salah satu efek komunikasi besar yang pernah
terjadi pada 30 oktober 1938 di Amerika Serikat dimana saat itu alat komunikasi
yang paling populer adalah radio. Saat itu salah satu stasiun radio bernama CBS
di Amerika membacakan cerita fiksi berjudul “war of the world ” di mana bumi di serang oleh alien dari mars. Penghayatan
penyiar radio membuat jutaan masyarakat amerika mempercayai cerita itu dan
kemudian membuat jutaan masyarakat panik. Di New Jersey warga
berbondong-bondong mengungsi ke luar kota, warga meminta masker ke kantor
polisi untuk menghindari gas beracun, begitu berita kepanikan sampai di stasiun
radio CBS, Welles, sang penyiar radio langsung memberi siaran tambahan dan mengingatkan
bahwa “war of the world” hanyalah
sebuah cerita fiksi dan bukan hal yang nyata.
Dampak lainnya yaitu adanya kecenderungan makin meningkatnya
pola hidup konsumerisme. Dengan perkembangan media massa apalagi dengan
munculnya media massa elektronik (media massa modern) sedikit banyak membuat
masyarakat senantiasa diliputi perasaan tidak puas dan bergaya hidup yang serba
instant. Rubrik dari layar TV dan media lainnya yang menyajikan begitu banyak
unsur-unsur kenikmatan dari pagi hingga larut malam membuat menurunnya minat
belajar dikalangan generasi muda. Dari hal tersebut terlihat bahwa budaya dan
pola tingkah laku yang sudah lama tertanam dalam kehidupan masyarakat mulai
pudar dan sedikit demi sedikit mulai diambil perannya oleh media massa dalam
menyajikan informasi-informasi yang berasal dari jaringan nasional maupun dari
luar negeri yang terkadang kurang pas dengan budaya kita sebagai bangsa timur.
Dalam
komunikasi antarbudaya memiliki latar belakang kebudayaan yang sama satu sama
lain terdapat perbedaan, tapi mereka bagaimanapun menjalani dan mengalami
hal-hal yang sama yang terjadi dalam peristiwa-peristiwa komunikasi secara
umum. Maksudnya prinsif-prinsif komunikasi yang berlangsung tetap sama, hanya
konteksnya yang berbeda, yakni dalam hal konteks antarbudaya.
- Prinsif
Homofili dan Heterofili
Hakekat pokok komunikasi bahwa
identifikasi persamaan-persamaan dari komunikasi merupakan suatu aspek yang
sangat penting dalam proses pertukaran informasi. Agar pihak-pihak yang
terlibat dalam proses komunikasi dapat saling memahaminya dan berlangsung efektif,
mereka harus memiliki sesuatu yang lebih kurang sama dengan latar belakang dan
pengalaman. Istilah yang biasa digunakan untuk menggambarkan keadaan yang sama
antara pihak-pihak pelaku komunikasi ini adalah homofili. Jelasnya bahwa
homofili adalah derajat persamaan dalam beberapa hal tertentu seperti
keyakinan, nilai, pendidikan, status sosial dan lain sebagainya, antara
pasangan-pasangan individu yang
berinteraksi.
Perasaan-perasaan ini memungkinkan
untuk tercapainya persepsi dan makna yang sama pula terhadap sesuatu obyek atau
peristiwa. Tetapi bagaimana halnya dengan komunikasi antar budaya yang justru
bertolak dengan asumsi akan adanya perbedaan kebudayaan.
Dilihat dari prinsip dasar
komunikasi, perbedaan-perbedaan ini tentu cenderung untuk mengurangi atau
menghambat terjadinya komunikasi yang efektif. Karena jika pesan-pesan yang
disampaikan melampaui batas-batas kebudayaan, yang dapat terjadi adalah apa
yang dimaksud dalam konteks yang lain lagi oleh penerima.
Dalam situasi antarbudaya demikian,
dapat dikatakan hanya sedikit saja atau tidak sama sekali, dengan orientasi
bahwa antara dua pihak yang berkomunikasi seharusnya terdapat persamaan dalam
memandang topik dari informasi atau tujuan komunikasi yang diinginkan. Prinsif
homofili ini orang cenderung untuk berinteraksi dengan individu-individu lain
yang serupa dalam hal karakteristik sosial dengannya.
Pengklasifikasian dimensi-dimensi
homofili dalam bentuk penampilan, latar belakang, sikap, nilai, dan
kepribadian.
Dipandang dari sudut kepentingan
komunikasi antarbudaya, adanya perbedaan tidak menutup kemungkinan terjadinya
komunikasi antara individu atau kelompok budaya. Perbedaan-perbedaan bahkan
dilihat sebagai kerangka atau matriks dimana komunikasi terjadi. Dalam
komunikasi manusia, diperlukan juga keseimbangan diantara kesamaan dan ketidaksamaan,
antara yang sudah dianggap biasa dengan sesuatu yang masih baru (atau belum
terbiasa).
Di Indonesia sejak dulu sudah
dikenal sangat dengan masyarakatnya yang heterogen dalam berbagai aspek, seperti
adanya keberagaman suku bangsa, agama, bahasa, adat istiadat dan sebagainya.
Perkembangan dunia yang sangat pesat saat ini dengan mobilitas dan dinamika
yang sangat tinggi telah menyebabkan dunia menuju ke arah globalisasi yang
hampir tidak memiliki batas-batas sebagai akibat dari perkembangan teknologi
modern. Orang yang tak pernah berkomunikasi dengan orang lain, niscaya akan
terisolasi dari masyarakatnya. Pengaruh keterisolasian ini akan menimbulkan
depresi mental yang pada akhirnya akan membawa orang kehilangan keseimbangan
jiwa.
Adanya perbedaan
kebiasan budaya, berkomunikasi merupakan kebutuhan yang fundamental bagi
seseorang yang hidup bermasyarakat, tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat
terbentuk, sebaliknya tanpa masyarakat, maka manusia tidak mungkin dapat
mengembangkan komunikasi. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup
sendiri. Dalam hidup, manusia selalu berinteraksi dengan sesama serta dengan
lingkungan. Peristiwa komunikasi yang menggambarkan bagaimana seseorang menyampaikan
sesuatu lewat bahasa atau simbol-simbol tertentu kepada orang lain sering kita
temui, bagaimana seorang kepala desa memberikan pendapat dan menerima saran
dari anggota masyarakatnya, bagaimana seorang politikus berkampanye
menyampaikan program-program kerja yang ditawarkan di depan massa sehingga
mampu menarik pendukung walaupun dengan adanya perbedaan budaya, namun berusaha
untuk menyamakan persepsi tentang tujuan.
- Komunikasi
sebagai proses konvergensi
Jika dikaitkan dengan pemikiran
interaksionisme simbolik tentang proses interaksi sosial yang sifatnya dinamik
dan berlangsung terus-menerus, maka ada suatu model komunikasi yang melihat
proses komunikasi sebagai pertukaran (exchange)
dan pembagian bersama (sharing of) informasi selama beberapa waktu tertentu.
Dengan model komunikasi ini, diharapkan akan dicapai suatu cara pendekatan yang
tidak terikat pada kaidah atau batasan salah satu kebudayaan tertentu saja.
Tetapi sebaliknya dapat menggambarkan kenyataan-kenyataan yang sesungguhnya
dalam masyarakat.
Model yang dimaksud adalah
konvergensi (convergence model of
communication), bahwa yang menekankan komunikasi sebagai proses penciptaan
dan pembagian bersama informasi untuk tujuan mencapai saling pengertian bersama
antara para pelakunya.
Komunikasi disini dilihat tidak
sebagai komunikasi yang berlangsung secara linear dari sumber kepada penerima,
tetapi sebagai sirkum atau melingkar (cyclical).
Pihak-pihak yang terlibat dalam proses komunikasi berganti-gantik peran sebagai
sumber ataupun penerima sampai akhirnya mencapai tujuan bersama, kepentingan
besama dan pengertian bersama. Dengan demikian, maka komunikasi akan selalu
mengandung makna adanya saling berhubungan.
B. Peranan Bahasa dalam proses komunikasi antarbudaya
Bahasa bisa berupa verbal dan
nonverbal, sebagai bentuk pesan yang digunakan oleh manusia untuk mengadakan
kontak dengan realitas lingkungannya, mempunyai persamaan dalam hal berikut :
a. Menggunakan sistem lambang atau
simbol
b. Merupakan sesuatu yang dihasilkan
oleh individu manusia
c. Orang lain juga memberikan
arti pada simbol yang dihasilkan tadi
Istilah "bahasa menunjukkan bangsa" artinya bahasa dapat menjadi ciri atau identitas suatu
bangsa. Berbicara identitas berarti berbicara harga diri atau kebanggaan.
Dengan memahami bahasa orang lain berarti berusaha menghargai orang lain.
Tetapi memahami bahasa disini tidak berarti harus memahami semua bahasa yang
dipakai oleh mitra bicara kita.
Tanda dan simbol
merupakan alat dan materi yang digunakan dalam interaksi. Kemampuan manusia
untuk menggunakan simbol-simbol menjadikannya sebagai makhluk yang unik, yang
membedakannya dari makhluk hidup lainnya. Tetapi kemampuan unik dan proses
melakukan simbolisasi yang sesungguhnya rumit biasanya dianggap enteng saja
oleh manusia itu sendiri, kecuali ketika mereka menghadapi masa sulitnya
memperoleh kata yang tepat untuk menggambarkan sesuatu.
Bahasa
terdiri dari simbol-simbol (kata-kata) dan aturan-aturan penggunaannya, yang
memiliki karakteristik unik dari manusia, yakni kecakapan dan kemampuannya
dalam menggunakan suara dan tanda sebagai pengganti dari benda dan perasaan.
Kemampuan ini mencakup hal penerimaan, penyimpanan, pengolahan dan menyebarkan
simbol-simbol. Lambang-lambang komunikasi bisa berupa suara, bahasa, gerak,
gambar, dan warna.
Dalam
pengertian yang paling mendasar, bahasa adalah suatu sistem simbol yang telah
diatur, disepakati bersama dan dipelajari yang digunakan untuk mewakili
pengalaman-pengalaman dalam komunitas geografik atau kultural tertentu.
Kebudayaan
mengajarkan pada manusia untuk memberi nama pada benda-benda, orang-orang,
gagasan-gagasan berdasarkan segi praktisnya, kegunaannya dan pentingnya agar
bisa dipahami.
Secara
verbal, yakni secara vokal bahasa memiliki peranan dan fungsi yang sangat
penting dalam pembentukan kebudayaan. Komunikasi nonverbal memainkan peranan
penting pula dalam kehidupan manusia, walaupun hal ini seringkali tidak
disadari. Baik secara sadar maupun tidak sadar, dengan maksud maupun tidak
dengan maksud tertentu, kita mengirimkan dan menerima pesan nonverbal, bahkan
kita membuat penilaian dan keputusan berdasarkan data nonverbal tersebut. Pesan
atau perilaku yang nonverbal ini menyatakan pada kita tentang
menginterpretasikan pesan-pesan lain yang terkandung didalamnya. Misalnya apa
orang yang menyatakan pesan itu serius, bercanda, mengancam dan lain-lain.
Komunikasi
nonverbal sama dengan komunikasi tanpa kata-kata, bisa terjadi jika individu
berkomunikasi tanpa menggunakan suara, bisa pula dengan adanya ekspresi wajah,
sentuhan, waktu, gerak, syarat, bau, perilaku dan lain-lainnya. Jelasnya bahwa
komunikasi nonverbal merupakan proses yang dijalani oleh seorang individu atau
lebih pada saat menyampaikan isyarat nonverbal yang memiliki potensi untuk merangsang
makna dalam pikiran individu atau individu lain.
Bab III
Penutup
Menurut
Steven M. Chaffee, terdapat beberapa pendekatan dalam melihat efek media massa.
·
Pendekatan
yang melihat efek media massa, baik yang berkaitan dengan pesan maupun dengan
media itu sendiri.
·
Pendekatan
kedua ialah melihat jenis perubahan yang terjadi pada diri khalayak komunikasi
massa
·
Pendekatan
ketiga meninjau satuan observasi yang dikenai efek komunikasi massa (Rakhmat,
2008: 218).
Ada 3 efek komunikasi massa terhadap individu ; kognitif,
afektif (suasana emosional, susasan kognitif, suasana terpaan, predisposisi
individual, factor identifikasi) dan efek behavioural.
Pesan
diberikan kepada individu-individu yang kemudian menjadi sikap masyarakat. Contohnya
ketika masyarakat dihantui oleh isu teroris, khalayak akan mulai bergantung
pada media yang mengabarkan berita terbaru mengenai teroris. Khalayak akan
mulai membuat pilihan untuk mengonsumsi media yang mungkin saja berbeda dengan
media yang dikonsumsi sebelumnya.
Peranan
bahasa dalam proses komunikasi antarbudaya bisa verbal atau nonverbal. Kebudayaan mengajarkan pada manusia untuk memberi nama
pada benda-benda, orang-orang, gagasan-gagasan berdasarkan segi praktisnya,
kegunaannya dan pentingnya agar bisa dipahami.
Secara verbal, yakni secara vokal bahasa memiliki
peranan dan fungsi yang sangat penting dalam pembentukan kebudayaan. Komunikasi
nonverbal memainkan peranan penting pula dalam kehidupan manusia, walaupun hal
ini seringkali tidak disadari. Baik secara sadar maupun tidak sadar, dengan
maksud maupun tidak dengan maksud tertentu, kita mengirimkan dan menerima pesan
nonverbal, bahkan kita membuat penilaian dan keputusan berdasarkan data
nonverbal tersebut. Pesan atau perilaku yang nonverbal ini menyatakan pada kita
tentang menginterpretasikan pesan-pesan lain yang terkandung didalamnya.
Misalnya apa orang yang menyatakan pesan itu serius, bercanda, mengancam dan
lain-lain.
Daftar Pustaka
Daryono. (2010). Ilmu Komunikasi. Bandung:
Tutorial Nurani Seajahtera.
Deddy, M. (2015). Komunikasi Lintas Budaya.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Hanitzch, T. (2011). Kritik Budaya Komunikasi
(Budaya, Media, dan Gaya Hidup dalam Proses Demokrasi di Indonesia.
Yogyakarta: Jalasutra.
Nuruddin. (2007). Pengantar Komunikasi Massa.
Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Pratikno, R. (1987). Berbagai Aspek Ilmu
Komunikasi. Bandung: Remadja Karya.
Sari, A. (2011). Pengaruh Intensitas Membaca
Kompasiana Green Terhadap Sikap Ramah Lingkungan Kompasioner. http://e-journal.uajy.ac.id/1896/,
14-15.